Silsila Suku Kampuang Sungai Jambu

Dalam khazanah kelarasan Koto Piliang dikenal lembaga-lembaga yang bernama Langgam Nan Tujuah, Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai. Lembaga-lembaga ini sudah ada sejak kelarasan Koto Piliang didirikan, berlanjut sampai masa pemerintahan Pagaruyung dan diteruskan sampai saat ini. Pada masa pemerintahan Kerajaan Pagaruyung, kelarasan Koto Piliang tampak mendominasi struktur dan gaya pemerintahan Kerajaan Pagaruyung yang aristokratis sesuai nilai-nilai dan falsafah yang dianut kerajaan-kerajaan Jawa. Nilai nilai feodal, sentralistik, otokratis dan aristokratis ini dibawa oleh Adityawarman yang kemudian dirajakan sebagai salah satu anggota Rajo Tigo Selo. Kelarasan Koto Piliang yang didirikan oleh Datuk Katumanggunganini memang berpandangan bahwa lembaga raja dalam hal ini Rajo Tigo Selo sangat dihormati. Kedudukan raja berada diatas segalanya menurut adat Koto Piliang.

Oleh sebab itu di daerah rantau yang rajanya (raja-raja kecil) ditunjuk langsung oleh Pagaruyung sebagai perwakilan disana, aturan dan madzhab ketatanegaraan Koto Piliang sangat mendominasi. Sebagai contoh adalah di Rantau Pasaman, nagari-nagari seperti Talu, Pasaman, Lubuk Sikaping, Rao , Cubadak dan Kinali diperintah oleh raja-raja kecil dengan sistem kelarasan Koto Piliang, dimana pergantian kepemimpinan dilakukan secara turun temurun layaknya sistem monarki kerajaan. Berikut adalah raja-raja kecil yang memerintah di nagari-nagari tersebut:

Daulat Parik Batu di PasamanTuanku Bosa di TaluRajo Bosa di Sundatar Lubuk SikapingTuanku Rajo Sontang di CubadakDaulat Yang dipertuan di KinaliYang Dipertuan Padang Nunang di Rao

Berbeda halnya dengan kelarasan Koto Piliang yang mendudukkan raja di atas segalanya, kelarasan Bodi Caniago memposisikan raja dan lembaga raja hanya sebagai simbol pemersatu. Akibatnya walaupun kelarasan ini memiliki 7 daerah istimewa beserta pemimpin-pemimpinnya, tidak ada bagian struktur kelarasan ini yang menyatu secara struktural dengan pemerintahan Kerajaan Pagaruyung. Daerah-daerah penganut kelarasan Bodi Caniago tersebar di Luhak Agam,  Luhak Limopuluah, Solok dan sebagian kecil nagari di Luhak Tanah Datar (ex: Tanjung Sungayang). Daerah-daerah ini menganut kultur egaliterian dan anti sentralisme kekuasaan. Terbukti sebagian daerah-daerah di wilayah ini menjadi pendukung gerakan PRRI tahun 1957-1960 sebagai reaksi atas kebijakan sentralistik dari pusat kekuasaan di Jawa. Daerah-daerah wilayah ini pula yang paling bersemangat untuk kembali ke sistem pemerintahan nagari setelah periode reformasi.

Dinamika Langgam Nan Tujuah, Rajo Tigo Selo dan Basa Ampek Balai

Pada awalnya Langgam Nan Tujuahberanggotakan sebagai berikut:

Pamuncak Koto Piliang (Pemimpin Langgam Nan Tujuah) berkedudukan di Sungai Tarab Salapan BatuaPerdamaian Koto Piliang (Juru Damai Sengketa antar Nagari) berkedudukan di Simawang Bukik KanduangPasak Kungkuang Koto Piliang (Keamanan Dalam Negeri) berkedudukan di Sungai Jambu Lubuak AtanHarimau Campo Koto Piliang (Panglima Perang) berkedudukan di Batipuah Sapuluah KotoCamin Taruih Koto Piliang (Badan Penyelidik) berkedudukan di Singkarak Saniang BakaCumati Koto Piliang (Pelaksana Hukum) berkedudukan di Tanjung Balik  Sulik AiaGajah Tongga Koto Piliang (Benteng Selatan) berkedudukan di Silungkang Padang Sibusuak

Rajo Tigo Selo

Rajo Tigo Selo merupakan sebuah institusi tertinggi yang disebut Limbago Rajo, masing-masing terdiri dari Raja Alam, Raja Adat dan Raja Ibadat yang berasal dari satu keturunan. Ketiga raja dalam berbagai tulisan tentang kerajaan Melayu Minangkabau ditafsirkan sebagai satu orang raja.

Raja Adat mempunyai tugas untuk memutuskan hal-hal berkaitan dengan masalah peradatan, dan Raja Ibadat untuk memutuskan hal-hal yang menyangkut keagamaan.  Pada awalnya institusi untuk Raja Alam dan Raja Adat disebut sebagai Rajo Duo Selo, namun setelah agama Islam masuk ke Minangkabau diangkatlah Raja Ibadat.

Rajo Tigo Selo Pada Masa Pagaruyung

Pada masa pemerintahan Pagaruyung terdapat tiga istana untuk ketiga Raja yaitu :

Istana Ateh Ujuang di Balai Janggo tempat bersemayam Raja AdatIstana Balai Rabaa di Gudam tempat bersemayam Raja AlamIstana Ekor Rumpuik di Kampuang Tangah tempat bersemayam Raja  Ibadat

akan tetapi

Raja Alam berkedudukan di PagaruyuangRaja Adat berkedudukan di BuoRaja Ibadat berkedudukan di Sumpur Kudus

Basa Ampek Balai

Dalam struktur pemerintahan kerajaan Pagaruyung Rajo Tigo Selo  dibantu oleh dewan menteri sejumlah empat orang yang disebut Basa Ampek Balai yang mempunyai tugas dan kewenangan-kewenangan dan tempat kedudukan atau wilayah sendiri pada nagari-nagari yang berada di sekeliling pusat kerajaan Pagaruyung. Pada awalnya Basa Ampek Balai beranggotakan sebagai berikut:

Tuan Gadang di Batipuah, Harimau Campo Koto PiliangDatuak Bandaro Putiah di Sungai Tarab, Pamuncak Alam Koto PiliangMachudum di Sumaniak, Aluang Bunian Koto PiliangIndomo di Saruaso, Payuang Panji Koto Piliang

Setelah kuatnya agama Islam maka dirasa perlu untuk menambahkan pemimpin di bidang agama. Oleh karena itu struktur Basa Ampek Balai berubah menjadi :

Datuak Bandaro Putiah di Sungai Tarab, Pamuncak Alam Koto PiliangMachudum di Sumaniak, Aluang Bunian Koto PiliangIndomo di Saruaso, Payuang Panji Koto PiliangTuan Kadi di Padang Gantiang, Suluah Bendang Koto Piliang

Pada awalnya Tuan Gadang di Batipuah berdiri sendiri, namun kemudian menjadi bagian dari Basa Ampek Balai. Setelah Tuan Kadi menjadi anggota Basa Ampek Balai, Tuan Gadang kembali keluar dari struktur namun tetap memiliki kedudukan yang tinggi dalam struktur pemerintahan Pagaruyung. Ini disebabkan karena Tuan Gadang membawahi Nagari Batipuh yang merupakan nagari raksasa pada zaman itu, yang luas wilayahnya puluhan kali lipat dari nagari-nagari sekitar. Bahkan diantara orang-orang besar itu, hanya Tuan Gadang Batipuah yang berhak berdiri di hadapan Raja Alam.

Dalam hal pewarisan gelar dan jabatan, waris Raja turun kepada anaknya sedangkan waris  Tuan Gadang, Basa Ampek  Balai dan Langgam Nan Tujuah turun kepada kemenakan.

Sumber:

Pengetahuan Umum dan Kompilasi dari Berbagai Tambo

Sebagaimana suku-suku lainnya di Nusantara terutama Suku Batak, Suku Mandailing, Suku Nias dan Suku Tionghoa, Suku Minang juga terdiri atas banyak marga atau klan tapi menganut sistem matrilineal, yang artinya marga tersebut diwariskan menurut ibu. Di Minangkabau marga tersebut lazim dikenal sebagai ‘suku’. Pada awal pembentukan budaya Minangkabau oleh Datuk Ketumanggungan dan Datuk Perpatih Nan Sebatang, hanya ada empat suku induk dari dua kelarasan. Suku-suku tersebut adalah:

Suku KotoSuku PiliangSuku BodiSuku Caniago

Dan jika melihat dari asal kata dari nama-nama suku induk tersebut, dapat dikatakan kata-kata tersebut berasal dari Bahasa Sansekerta, sebagai contoh koto berasal dari kata kotto yang berarti benteng atau kubu, piliang berasal dari dua kata pele (baca : pili) dan hyang yang digabung berarti banyak dewa. sedangkan bodi berasal dari katabodhi yang berarti orang yang terbangun atau tercerahkan, dan caniago berasal dari dua kata cha(ra)na dan niaga yang berartiperjalanan anak dagang.

Demikian juga untuk suku-suku awal selain suku induk, nama-nama suku tersebut tentu berasal dari bahasa sansekerta dengan pengaruh agama Hindu dan Buddha yang berkembang disaat itu. Sedangkan perkembangan berikutnya nama-nama suku yang ada berubah pengucapannya karena perkembangan bahasa minang itu sendiri dan pengaruh dari agama Islam dan pendatang-pendatang asing yang menetap di Kerajaaan Pagaruyung.

Sekarang suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus dan sudah mencapai ratusan suku, yang terkadang sudah sulit untuk mencari hubungannya dengan suku induk. Di antara suku-suku tersebut adalah:

Suku PayobadaSuku PitopangSuku TanjungSuku SikumbangSuku GuciSuku PanaiSuku JambakSuku PanyalaiSuku KampaiSuku BendangSuku MalayuSuku KutianyieSuku MandailiangSuku SipisangSuku MandalikoSuku SumagekSuku DalimoSuku SimabuaSuku SaloSuku SingkuangSuku Rajo Dani

Sedangkan orang Minang di Negeri Sembilan, Malaysia, membentuk 13 suku baru yang berbeda dengan suku asalnya di Minangkabau, yaitu:

Suku Biduanda (Dondo)Suku Batu Hampar (Tompar)Suku Paya Kumbuh (Payo Kumboh)Suku MungkalSuku Tiga NenekSuku Seri Melenggang (Somolenggang)Suku Seri Lemak (Solomak)Suku Batu BelangSuku Tanah DatarSuku Anak AchehSuku Anak MelakaSuku Tiga Batu

Rumah gadang suku

Berikut keterangan tentang suku-suku tersebut:

1. Suku Koto

Suku koto merupakan satu dari dua klan induk dalam suku Minangkabau. Suku minangkanbau memiliki dua klan (suku dalam bahasa orang minang) yaitu Klan/suku Koto Piliang dan Klan/suku Bodi Chaniago

Asal Usul Suku Koto

A. A. Navis dalam bukunya berjudul Alam Terkembang Jadi Guru menyatakan bahwa nama suku Koto berasal dari kata ‘koto’ yang berasal dari bahasa Sanskerta ‘kotta’ yang artinya benteng, dimana dahulu benteng ini terbuat dari bambu. di dalam benteng ini terdapat pula pemukiman beberapa warga yang kemudian menjadi sebuah ‘koto’ yang juga berarti kota, dalam bahasa Batak disebut “hutaâ” yang artinya kampung. Dahulu Suku Koto merupakan satu kesatuan dengan Suku Piliang tapi karena perkembangan populasinya maka paduan suku ini dimekarkan menjadi dua suku yaitu suku Koto dan suku Piliang. Suku Koto dipimpin oleh Datuk Ketumanggungan yang memiliki aliran Aristokratis Militeris, dimana falsafah suku Koto Piliang ini adalah “Manitiak dari Ateh, Tabasuik dari bawah, batanggo naiak bajanjang turun Datuk Ketumanggungan gadang dek digadangan Besar karena diagungkan oleh orang banyak),sedangkan Datuk Perpatih Nan Sebatang tagak samo tinggi,  duduak samo randah Suku K

Gelar Datuk Suku Koto

Diantara gelar datuk Suku Koto adalah :

Datuk Tumangguang, gelar ini diberikan kepada Ir. Tifatul Sembiring oleh warga suku Koto Kanagarian Guguak-Tabek Sarojo, BukittinggiDatuk Bandaro Kali, gelar ini pernah akan dinobatkan kepada Mentri Pariwisata Malaysia, Dr.Yatim|RaisYatim yang berdarah Minang tapi beliau menolaknya lantaran akan sulit baginya untuk terlibat dalam kegiatan suku Koto nagari Sipisang setelah beliau dinobatkan.Datuk Sangguno DirajoDatuk Panji Alam Khalifatullah, gelar ini dinobatkan kepada Taufik Ismail karena beliau seorang tokoh berdarah Minangkabau suku Koto yang telah mempunyai prestasi di bidang seni dan kebudayaan.Datuk Patih Karsani

Pemekaran

Suku ini mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku yaitu:

Tanjung KotoKoto Piliang di nagari Kacang, SolokKoto Dalimo,Koto Diateh,Koto Kaciak,Koto Kaciak 4 Paruaik di Solok Selatankoto Tigo Ibu di Solok SelatanKoto Kampuang,Koto Kerambil,Koto Sipanjangkoto sungai guruah di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)koto gantiang di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)koto tibalai di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)koto limo paruik di Nagari Pandai Sikek (Tanah Data)koto rumah tinggi di nagari Kamang Hilir (Agam)koto rumah gadang, di nagari Kamang Hilir (Agam)kotosariak, di nagari Kamang Hilir (Agam)koto kepoh, di nagari Kamang Hilir (Agam)koto tibarau, di nagari Kamang Hilir (Agam)koto tan kamang/koto nan batigo di nagari Kamang Hilir (Agam)Koto Tuo di Kenegerian Paranap, Inderagiri Hulukoto Baru di Kenegerian Paranap, Inderagiri Hulu

2. Suku Piliang

Suku Piliang adalah salah satu suku (marga) yang terdapat dalam kelompok suku Minangkabau. Suku ini merupakan salah satu suku induk yang berkerabat dengan suku Koto membentuk Adat Ketumanggungan yang juga terkenal dengan Lareh Koto Piliang.

Etimologi

Menurut AA Navis, kata Piliang terbentuk dari dua kata yaitu ‘Pele’ artinya ‘banyak’ dan ‘Hyang’ artinya ‘Dewa atau Tuhan’.[1] jadi Pelehyang artinya adalah banyak dewa. Ini menunjukkan bahwa di masa lampau, suku Piliang adalah suku pemuja banyak dewa, yang barangkali mirip dengan kepercayaan Hindu.

Pemekaran

Suku ini mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku yaitu:

Piliang Guci (Guci Piliang di nagari Koto Gadang, Agam)Pili di Nagari Talang, Sungai Puar (Agam)Koto Piliang di nagari Kacang, Solok dan Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, RiauPiliang Laweh (Piliang Lowe) di ([[Kuantan Singingi))Piliang Sani (Piliang Soni) di Kuantan Singingi, Riau dan nagari Singkarak, SolokPiliang BaruahPiliang Bongsu,Piliang Cocoh,Piliang Dalam,Piliang Koto,Piliang Koto Kaciak,Piliang Patar,Piliang SatiPiliang Batu Karang di nagari Singkarak, SolokPiliang Guguak di nagari Singkarak, SolokPiliang Atas (Kuantan Singingi))Piliang Bawah (Kuantan Singingi))Piliang Godang (Piliang Besar)Piliang Kaciak (kecil)

Persebaran

Suku ini banyak menyebar ke berbagai wilayah Minangkabau yaitu Tanah Datar, Agam, Lima Puluh Kota, Solok, Riau,Padang dan beberapa daerah lainnya.

Dari beberapa sumber, diketahui tidak terdapat suku ini di Pesisir Selatan dan Solok Selatan.

Kerabat

Di bawah payung suku Koto-Piliang, terdapat banyak suku lain yang bernaung, diantaranya adalah :

suku Tanjungsuku GuciSuku SikumbangSuku MalayuSuku KampaiSuku PanaiSuku Bendang

Suku Piliang berdatuk kepada Datuk Ketumanggungan di zaman Adityawarman.

3. Suku Bodi

Suku Bodi adalah salah satu suku (marga) dalam kelompok etnis Minangkabau yang juga merupakan sekutu Suku CaniagoAdat Perpatih atau Lareh Bodi Caniago. Kelarasan Bodi-Caniago ini didirikan oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang. membentuk

Etimologi

Bodi berasal dari kata Budi atau pohon Bodhi, sebuah pohon yang sering dijadikan oleh pertapa Buddhist. Konon dulu suku ini adalah penganut Buddhisme yang taat termasuk Datuk Perpatih Nan Sebatang sendiri. suku ini sudah menempati wilayah Minangkabau jauh sebelumnya datangnya agama Islam. Bahkan dapat dikatakan bahwa suku ini termasuk pendiri adat Minangkabau atau suku nenek moyang orang Minangkabau.

Suku Bodi dan suku Caniago tidak banyak melakukan pemekaran suku sebagaimana suku lainnya yaitu Suku Melayu, Suku Tanjung, Suku Koto dan lainnya. Suku ini terkenal kompak, barangkali disebabkan faktor adat Perpatih yang mereka anut.

Penghulu Adat

Diantara gelar datuk suku Bodi adalah Datuk Sinaro Nan Bandak

Pemekaran

Suku Bodi di daerah lain ada yang disebut dengan Suku Budi Caniago atau Suku Bodi Caniago, misalnya di Kenegerian Lubuk Jambi, Kuantan Mudik, Riau.

Persebaran

Suku ini tidak banyak tersebar di wilayah Minangkabau yang lain seperti halnya saudara dekatnya sendiri yaitu Suku Caniago, Suku Koto dan Suku Piliang. Suku ini kebanyakan terdapat di Kabupaten Tanah Datar.

4. Suku Caniago

Suku Caniago adalah suku asal yang dibawa oleh Datuk Perpatih Nan Sebatang yang merupakan salah satu induk suku di Minangkabau selain suku Piliang. Suku Caniago memiliki falsafah hidup demokratis, yaitu dengan menjunjung tinggi falsafah “bulek aia dek pambuluah, bulek kato dek mufakat. Nan bulek samo digolongkan, nan picak samo dilayangkan” artinya: “Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena mufakat”. Dengan demikian pada masyarakat suku caniago semua keputusan yang akan diambil untuk suatu kepentingan harus melalui suatu proses musyawarah untuk mufakat.

Falsafah tersebut tercermin pula pada bentuk arsitektur rumah adat bodi Caniago yang ditandai dengan tidak terdapatnya anjuang pada kedua sisi bangunan Rumah Gadang. Hal tersebut menandakan bahwa tingkat kasta seseorang tidak membuat perbedaan perlakuan antara yang tinggi dengan yang rendah. Hal yang membedakan tinggi rendahnya seseorang pada masyarakat suku Caniago hanyalah dinilai dari besar tanggung jawab yang dipikul oleh orang tersebut.[rujukan?]

Salah satu falsafah lain untuk mencari kata kesepakatan dalam mengambil keputusan pada suku caniago adalah “aia mambasuik dari bumi� artinya suara yang harus didengarkan adalah suara yang datang dari bawah atau suara itu adalah suara rakyat kecil, baru kemudian dirembukkan dalam sidang musyawarah untuk mendapatkan sebuah kata mufakat barulah pimpinan tertinggi baik raja maupun penghulu yang menetapkan keputusan tersebut.[rujukan?]

Gelar Datuk Suku Caniago

Diantara gelar datuk suku ini adalah :

Datuk Rajo PenghuluDatuak Manindiang AlamDatuk Bandaro SatiDatuk Rajo AlamDatuk KayoDatuk Paduko JaleloDatuk Rajo PerakDatuk Paduko AmatDatuk SaripadoMarajo

5.  Suku Tanjung

Suku Tanjung merupakan subsuku dari Suku Minangkabau yang tergolong banyak perkembangan populasinya. Suku ini tersebar hampir di seluruh wilayah Minangkabau dan perantauannya.

Asal-usul

Ada yang mengatakan suku ini awalnya orang-orang yang dulunya hidup sebagai nelayan di ujung-ujung daratan yang menjorok ke laut yang disebut tanjung. Jadi mereka ini sebenarnya orang pesisir atau orang laut, bukan orang pedalaman. Awalnya kehidupan mereka sangat tergantung pada laut.

Persebaran suku Tanjung

Suku Tanjung banyak menyebar nagari Batipuh (Tanah Datar), Kurai Limo Jorong (Agam), Ampek Angek (Agam), Talang Sungai Puar (Agam), Maninjau, Singkarak (Solok), Koto Gaek dan Aie Batumbuk (Solok), Air Bangis dan Talu (Pasaman), Pauh IX (Padang), Padang Pariaman, Bayang dan Tarusan (Pesisir Selatan), dan beberapa nagari lain di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, dan perantauan orang Minang.

Pemekaran suku Tanjung

Suku ini mengalami pemekaran menjadi beberapa pecahan suku yaitu:

Tanjung Pisang (Tanjung Sipisang)Tanjung SimabuaTanjung GuciTanjung Kaciak (Tanjung Ketek)Tanjung SikumbangTanjung KotoTanjung GadangTanjung PayobadaTanjung Sumpadang (Tanjung Supadang)Tanjung BatingkahPanai Tanjung

Sekutu suku Tanjung

Suku Tanjung termasuk ke dalam Lareh Koto Piliang. Sekutu suku Tanjung adalah:

Suku Guci (sebagian ada yang mengatakan dekat ke Suku Melayu misalnya di Pauh,Padang)Suku SikumbangSuku KotoSuku PiliangSuku Sipisang

Gelar datuk suku Tanjung

Gelar datuk bagi suku Tanjung :

Datuk Tan DilangitDatuk TalangikDatuk Rajo IntanDatuk Rajo AmehDatuk Rajo IndoDatuk GamuakDatuk Rajo Bandaro BasaDatuk Kayo

Tokoh yang berasal Suku Tanjung

Prof. DR.Irwan Prayitno Psi, MSc, anggotaDPRRIperiode 2004 – 2009 dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, bergelar Datuk Rajo Bandaro Basa. Pernah menjadi calon Gubernur Sumatera Barat, bersaing dengan Gamawan FauziSyeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh, kakek Buya Hamka

Hubungan suku Tanjung Minangkabau dengan marga Tanjung Batak

Suku Tanjung bersama Suku Malayu dan Suku Mandailiang mempunyai kemiripan nama dengan marga Tanjung, Etnis Melayu dan marga Mandailing di luar Minangkabau. Apakah ketiga suku ini mempunyai kaitan sejarah di masa lampau, ini membutuhkan penelitian lebih lanjut

Suku Guciadalah salah satu di Minangkabau yang berafiliasi dalam Lareh Koto Piliang yaitu merapat ke suku Tanjung.

Asal usul

Besar kemungkinan nama suku ini diambilkan dari produk warga suku ini di masa lampau yaitu produk yang terbuat dari tembikar atau tanah liat yang disebut guci. Selain itu kemungkinan kedua adalah mereka bisa jadi peniaga atau pemasok ragam guci dari daratan Tiongkok.

Persebaran Suku Guci

Suku Guci banyak tersebar di seluruh wilayah Minangkabau diantaranya di nagari Batipuh (Tanah Datar), Kurai 5 Jorong, Pandai Sikek dan Ampek Angkek (Agam), Koto Gadang dan beberapa nagari lainnya.

Sekutu suku Guci

Suku Guci di berbagai daerah bergabung dengan suku-suku yang berbeda-beda. Di daerah Kecamatan Bayang, Pesisir Selatan, suku Guci serumpun dengan suku Tanjung. Tapi di Pauh, Padang, suku Guci serumpun dengan Suku Melayu. Begitu pula di kecamatan Empat Koto, Agam, suku Guci disebut pula sebagai suku Guci Piliang, yang berarti suku ini telah merapat pula ke Suku Piliang, di Nagari Kuraitaji Kecamatan Nan Sabaris Kabupaten Padang Pariaman & Kecamatan Pariaman Selatan Kota Pariaman, suku Guci merupakan kelompok masyarakat yang berasal dari suku Piliang yang menetap di Nagari Kuraitaji karena di nagari ini tidak ada suku Piliang

Gelar Datuk Suku Guci

Diantara gelar suku Guci adalah :

Datuk Tan DilangitDatuk Bandaro GamuakDatuk Rajo GandanDatuk CumanoDatuk Bandaro PanjangDatuk TumbaliakDatuk MaharajoDatuk BandaroDatuk Mangkhudun atau Datuk MakhudumDatuk Majo Nan SatiDatuk Subaliak LangikDatuk KuniangDatuk Rang Kayo Nan GadangDatuk Bagindo Alat CumanoDatuk BandarikanDatuk TanpalawanDatuk Bagindo Cumano

Penghulu agama Suku Guci

Penghulu agamanya bergelar Imam Marajo atau Imam Maharajo. Sedangkan malinnya adalah Malin Marajo.

Tokoh

Tokoh yang tercatat berasal dari suku Guci adalah :

Syeikh Burhanuddin, seorang ulama pertama yang menyebarkan agama Islam ke Sumatera Barat,murid Syekh Abdurrauf Singkel di Aceh.

7. Suku Sikumbang

Suku Sikumbang termasuk suku yang banyak berkembang diantara suku-suku Minangkabau. Warga suku ini menyebar di berbagai wilayah Minangkabau baik di luhak, rantau ataupun di perantauan.

Asal-usul Suku Sikumbang

Ada beberapa kata yang terkait dengan asal usul nama suku Sikumbang yaitu kata kumbang. Kumbang bisa berarti sejenis serangga, atau sebuah nama untuk hewan pemburu misalnya anjing. seekor anjing peburu dinamakan kumbang biasanya kalau anjing tersebut berbulu hitam seluruh tubuhnya. Anjing ‘kumbang’ sangat terkenal di zaman dulu di ranah Minangkabau. Bahkan Sutan Balun yang kemudian bergelar Datuk Perpatih Nan Sebatang diceritakan oleh Gus tf Sakai dalam novelnya yang berjudul Tambo Sebuah Pertemuan memiliki seekor anjing yang bernama ‘Kumbang’, yang pernah menimbulkan masalah hukum di istana Pagaruyung lantara gigitan ’si Kumbang’ terhadap seorang pengawal Istana.

Jadi besar kemungkinan dahulu suku Sikumbang adalah orang-orang yang suka berburu dengan menggunankan anjing dan anjing mereka yang terkenal adalah ’si Kumbang’ yang kemudian menjadi nama suku mereka.

Sekutu Suku Sikumbang

Suku Sikumbang bersekutu dengan suku-suku lain di Minangkabau terutama Suku Tanjung, Suku Koto, Suku Piliang dan suku lainnya.

Gelar Datuk Suku Sikumbang

Diantara gelar datuk suku ini adalah :

Datuk BandaroDatuk Basa BatuahDatuk Rajo Api